MODUL PENGUKURAN
Tujuan Percobaan
1. Dapat menggunakan Jangka Sorong dan Mikrometer Sekrup dengan
benar.
a) Membaca skala utama dan skala nonius.
b) Mengungkapkan hasil pengukuran dengan angka sesuai
dengan ketelitian dari alat.
2. Dapat
menggunakan Neraca Ohauss 3 Lengan dan Neraca Digital dengan benar.
3. Menentukan besaran turunan
a) Memilih alat yang sesuai.
b) Menghitung penjalaran sesatan.
c) Mengungkapkan hasil pengukuran lengkap dengan
sesatannya.
Alat dan Bahan
1. Jangka Sorong
2. Micrometer Sekrup
3. Neraca Ohauss 3 Lengan
4. Neraca Digital
5. Balok Kubus besi
Dasar Teori
1)
Alat ukur dasar
Alat ukur dalah perangkat untuk menentukan
nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Jenis-jenis alat ukur: Pada umumnya alat ukur
dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat
ukur analog dan digital. Terdapat dua sistem pengukuran yaitu sistem analog
dan sistem digital.
Alat
ukur analog memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya
penunjukkan temperatur yang ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala
meter, atau penunjukan skala elektronik. Sedangkan alat ukur digital memberikan
hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Contohnya pada hasil pengukuran
tegangan atau arus dari meter digital yang merupakan sebuah nilai dengan jumlah
digit terterntu yang ditunjukkan pada panel display-nya.
2)
Nilai Skala Terkecil
Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai
skala yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, inilah yang disebut dengan Nilai Skala
Terkecil (NST). Ketelitian suatu alat ukur sangat bergantung pada NST.
3)
Skala Nonius
Skala nonius merupakan skala alat ukur yang
dapat mengukur besaran (misalnya dimensi panjang), dengan ketelitian lebih
tinggi dari skala biasa yang hanya sanggup mengukur besaran kasar. Sebagai
contohnya yaitu skala nonius yang terdapat pada alat ukur micrometer sekrup.
4) Parameter Alat
Ukur
Ada beberapa istilah dan definisi
dalam pengukuran yang harus dipahami, diantaranya:
a) Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai
yang sebenarnya dari variable yang diukur.
b) Presisi,
hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses pengukuran, atau derajat untuk
membedakan satu pengukuran dengan lainnya.
c) Kepekaan, ratio dari sinyal output atau
tanggapan alat ukur perubahan input atau variable yang diukur.
d)
Resolusi, perubahan terkecil dari nilai
pengukuran yang mampu ditanggapi oleh alat ukur.
e) Kesalahan,
angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel yang diukur.
f) Instrumen,
alat ukur menentukan nilai atau besaran suatu kuantitas atau variabel.
g) Sensitivitas,
perbandingan antara sinyal keluaran atau respons instrument terhadap perubahan
masukan atau variable yang diukur.
h) Ketepatan, suatu ukuran kemampuan untuk hasil
pengukuran yang serupa
5) Ketidakpastian
Pengukuran
Suatu pengukuran selalu disertai oleh
ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya
Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan
paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling
mempengaruhi serta tingkat keterampilan pengamat yang berbeda-beda. Dengan
demikian amat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui
pengukuran sehingga sangat diperlukan beberapa panduan dalam memperoleh hasil
pengukuran seteliti mungkin cara melaporkan ketidakpastian yang menyertainya.
Tidak ada pengukuran yang menghasilkan ketelitian yang sempurna, tetapi
adalah penting untuk mengetahui ketelitian yang sebenarnya dan bagaimana
kesalahan yang berbeda digunakan dalam pengukuran. Langkah pertama yang
diperlukan untuk menguranginya adalah mempelajari kesalahan-kesalahan tersebut;
dimana dari hal ini juga dapat ditentukan ketelitian hasil akhir.
Kesalahan-kesalahan dapat terjadi karena berbagai sebab dan umumnya
dibagi dalam tiga jenis, yaitu :
a)
Kesalahan umum (gross-errors):
kebanyakan disebabkan oleh kesalahan manusia, diantaranya adalah kesalahan
pembacaan alat ukur, penyetelan yang tidak tepat dan pemakaian instrumen yang
tidak sesuai, dan kesalahan penaksiran. Selama manusia terlibat dalam pengukuran, kesalahan jenis
ini tidak dapat dihindari; namun jenis kesalahan ini tidak mungkin dihilangkan
secara kesuluruhan, usaha untuk mencegah dan memperbaikinya perlu dilakukan.
Beberapa kesalahan umum dapat mudah diketahui tetapi yang lainnya mungkin
sangat tersembunyi.
Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pemula adalah
pemakaian instrumen yang tidak sesuai. Umumnya instrumen-instrumen penunjuk
berubah kondisi sampai batas tertentu setelah digunakan mengukur sebuah
rangkaian yang lengkap, dan akibatnya besaran yang diukur akan berubah.
Sebagai contoh sebuah voltmeter yang telah dikalibrasi dengan
baik dapat menghasilkan pembacaan yang salah bila dihubungkan antara dua titik
di dalam sebuah rangkaian tahanan tinggi; sedang bila voltmeter tersebut
dihubungkan ke sebuah rangkaian tahanannya rendah, pembacaannya bisa berlainan
bergantung pada jenis voltmeter yang digunakan (contoh 1.4).
Contoh-contoh berikut menunjukkan bahwa voltmeter menimbulkan sebuah
“efek pembebanan” (loading effect) terhadap rangkaian, yakni
mengubah keadaan awal rangkaian tersebut sewaktu mengalami proses pengukuran.
b)
Kesalahan sistematis (systematic errors):
disebabkan oleh kekurangan-kekurangan pada instrumen sendiri seperti kerusakan
atau adanya bagian-bagian yang aus dan pengaruh lingkungan terhadap peralatan
atau pemakai. Jenis kesalahan ini dapat dibagi dua
bagian yakni :
Ø Kesalahan instrumental (instrumental error)
yaitu jenis kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dari instrumen karena akibat
struktur mekanisnya. Misalnya tarikan pegas yang tidak teratur, pembebanan
instrumen secara berlebihan. Atau kesalahan kalibrasi akibatnya pembacaan yang
tidak tepat. Kesalahan instrumental dapat dihindari dengan cara (i). ketepatan
memilih instrumen yang sesuai peruntukannya, (ii) menggunakan faktor-faktor
koreksi setelah mengetahui banyaknya banyaknya kesalahan instrumental, (iii)
Kalibrasi instrumen dengan instrumen standar (baku).
Ø Kesalahan karena lingkungan (environmental
errors) yakni jenis kesalahan akibat dari keadaan luar yang berpengaruh
terhadap instrumen, seperti efek perubahan suhu, kelembaban udara, tekanan
udara luar, atau medan elektromagnetik.
Ø Kesalahan sistematis dapat pula dibagi atas
kesalahan statis dan kesalahan dinamis. Contoh mikrometer bila diberi tekanan
yang berlebihan untuk memutar poros menyebabkan kesalahan statis. Kesalahan
dinamis akibat ketidakmampuan instrumen untuk memberikan respon yang cepat bila
terjadi perubahan dalam variable yang diukur.
c) Kesalahan yang tak disengaja (random errors): diakibatkan oleh
penyebab-penyebab yang tidak dapat secara langsung diketahui sebab
perubahan-perubahan parameter atau sistem pengukuran terjadi secara acak.
Kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil
pada pengukuran yang telah direncanakan secara baik; tetapi menjadi penting
pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi, misalkan suatu
tegangan akan diukur oleh sebuah voltmeter yang dibaca setiap setengah jam. Walaupun instrumen
dioperasikan pada kondisi–kondisi lingkungan yang sempurna dan telah
dikalibrasikan secara tepat sebelum pengukuran, akan diperoleh
hasil-hasil pembacaan yang sedikit berbeda selama periode pengamatan. Perubahan
ini tidak dapat dikoreksi dengan cara kalibrasi apapun dan juga oleh cara
pengontrolan yang ada. Cara satu-satunya untuk membetulkan kesalaha ini adalah
dengan menambah jumlah pembacaan dan menggunakan cara-cara statistik untuk
mendapatkan pendekatan paling baik terhadap harga yang sebenarnya.
6) Ketidakpastian
Mutlak
Ketidakpastian
mutlak merupakan suatu nilai ketidakpastian yang disebabkan karena keterbatasan
alat ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya
digunakan yaitu bernilai setengah dari NST. Untuk suatu besaran X maka
ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah:
Δx
= ½NST
dengan
hasil pengukuran dituliskan sebagai :
X
= x ± Δx
Melaporkan hasil
pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, dantaranya adalah
menggunakan kesalahan ½ – rentang atau bisa juga menggunakan standar deviasi.
7) Kesalahan ½
Rentang Hasil Pengukuran
Pada pengukuran berulang,
ketidakpastian dituliskan tidak lagi sama dengan pengukuran tunggal. Kesalahan
½ – Rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan ketidakpastian pada
pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut:
a) Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable
x. Misalnya n buah, yaitu x1, x2, x3, … xn
b) Cari nilai rata-ratanya yaitu x-bar . x-bar = (x1 + x 2 + … + xn)/n
c) Tentukan x-maks dan x-min dari kumpulan data x
tersebut dan ketidakpastiannya dapat dituliskan Δx = (xmaks – xmin)/2
d) Penulisan
hasilnya sebagai: x
= x-bar ± Δx
8)
Standar Deviasi Hasil Pengukuran
Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari
besaran x dan terkumpul data x1, x2, x3, … xn, maka rata-rata dari besaran ini
adalah:
Kesalahan dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x (yang tidak mungkin kita ketahui nilai benarnya x0) dinyatakan oleh standar deviasi.
Standar deviasi
diberikan oleh persamaan diatas, sehingga kita hanya dapat menyatakan bahwa
nilai benar dari besaran x terletak dalam selang (x – σ) sampai (x + σ). Dan
untuk penulisan hasil pengukurannya adalah x = x ± σ
9)
Ketidakpastian Relatif
Ketidakpastian
Relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan dengan hasil pengukuran.
Hubungan hasil pengukurun terhadap KTP (ketidakpastian) yaitu:
KTP relatif = Δx/x
Apabila
menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai
X = x ± (KTP relatif
x 100%)
10) Angka Berarti
(Significant Figures) Hasil Pengukuran
Angka-angka
berarti (significant figures) memberikan informasi yang aktual (nyata)
terhadap ketepatan pengukuran. Banyaknya angka berarti menunjukkan tingkat atau
derajat ketepatan suatu pengukuran. Untuk menuliskan hasil pengukuran yang
tepat maka terlebih dahulu disajikan contoh-contoh operasi angka penting.
a) Operasi Penjumlahan
Contoh :
R1 = 18,7 W
(tiga
angka berarti)
R2 = 3,624 W
(lima
angka berarti)
RT = R1 + R2 = 22,324 W (empat angka berarti) = 22,3 W
Angka-angka yang dicetak miring untuk menunjukkan bahwa pada
penjumlahan R1 dan R2, ketiga angka terakhir merupakan
angka-angka yang meragukan. Dalam hal ini tidak ada gunanya untuk menggunakan
dua angka terakhir (2 dan 4) sebab salah satu tahanan hanya diteliti sampai
tiga angka yang berarti atau sepersepuluh ohm.
“Bila dua atau lebih pengukuran dengan tingkat ketelitian yang berbeda
dijumlahkan, maka hasilnya hanya seteliti pengukuran yang paling kecil
ketelitiannya”
b) Operasi perkalian
Banyaknya angka-angka yang berarti dalam perkalian
bisa bertambah dengan cepat, tetapi sekali lagi diingatkan bahwa yang
diperlukan dalam jawaban hanya angka-angka berarti yang memenuhi.
Contoh:
E = IR = (3,18) x
(35,68) = 113,4624 = 113 V
Karena didalam perkalian tersebut terdapat tiga angka
yang berarti (yaitu 3,18), maka jawaban hanya dapat dituliskan maksimal
dalam tiga angka yang berarti. Operasi
pengurangan dan pembagian sama dengan aturan penjumlahan dan perkalian dalam
hal penulisan angka penting.
Prosedur Percobaan
1. Pengukuran menggunakkan Jangka Sorong dan Micrometer
Sekrup
·
Ukur
panjang, lebar, dan tinggi balok masing-masing 10 kali pengukuran, dan lakukan
hal yang sama pada balok selanjutnya.
2. Pengukuran benda menggunakkan Neraca Ohauss 3 Lengan
dan Neraca Digital
·
Timbang
massa balok masing-masing 10 kali pengukuran (Neraca harus dalam keadaan
seimbang) dan lakukan hal yang sama pada balok selanjutnya.
Tugas
Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pengukuran?
2. Mengapa pengukuran harus disertakan nilai
ketidakpastiannya?.
3. Sebutkan 5 alat ukur beserta fungsi dan nilai skala
terkecilnya!
4. Sebutkan yang termasuk besaran pokok dan besaran
turunan beserta satuan dan dimensinya?
5. Apa yang membedakan antara besaran pokok dengan besaran
turunan?
Tugas
Akhir
1. Buatlah table hasil pengukuran menggunakan Jangka sorong, Mikrometer Sekrup, Neraca Ohauss 3 Lengan dan Neraca Digital !
2. Hitunglah nilai ketidakpastian dari masing-masing-hasil pengukuran berdasarkan nilai skala terkecil dari masing-masing alat ukur!
Daftar Pustaka
Halliday &
Resnick. 1978. FISIKA Edisi ketiga Jilid
1(Terjemah Pantur Silaban Ph.D). Jakarta: Erlangga
Laboratorium
fisika dasar jurusan pendidikan fisika FP MIPA UPI
M.Nelkon & P.Parker,1975,Advanced Level Physics pp 174-176 thrid edition,Heinemann Educational
Books,London.
Yaz,Ali,2007,Fisika 2 kelas XI.Jakarta.Yudhistira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar