Sabtu, 04 November 2017

SINAR X (ROTGEN)

Sinar X atau Rotgen sudah sangat banyak membantu kehidupan manusia. Sinar X ditemukan oleh Wilhem Konrad Rotgen (1845-1932), seorang Fisikawan Jerman. Dian menemukan sinar yang terpancar dari tabung crokes (tabung kaca tempat terjadinya pelucutan muatan listrik). Sinar tersebut menyebabkan beberapa zat terpendar karena adanya flouresens. Selain itu, sinar mampu menembus zat pada misalnya kertas, kayu, logam tipis, bahkan daging manusia. Sinar tersebut dinamakan sinar X karena pada waktu ditemukan, belum diketahui jenis sinarnya. Berikut sketsa tabung sinar X


Sinar X adalah radiasi gelombang elektromagnetik degan panjang gelombang lebih pendek dari pada sinar ultraviolet. Panjang gelombang sinar X dipengaruhi oleh beda potensial listrik yang digunakan. Semakin tinggi beda potensial yang digunakan, maka akan semakin kecil panjang gelombang yang dihasilkan.
Tabung sinar X berisi gas dengan tekanan 0,001 mmHg, sedangkan beda tegangan antara katoda dan anoda dalam satu orde adalah 1000 volt sampai 1000000 volt. Perhatikan gambar berikut

Gambar tersebut menujukan proses terjadinya sinar X. Pada gambar di atas, kutub katoda dan kutub anoda diberikan tegangan tinggi. Tegangan tinggi akan menyebabkan elektron dikeluarkan dari katoda dan memiliki energi yang besar. Elektron akan menumbuk logam target dengan kecepatan tinggi sehingga menghasilkan sinar X.
Jika dilihat secara mikroskopis, peristiwa sinar X terjadi seperti berikut. Pada saat menumbuk logam, elektron yang berasal dari katoda menumbuk elektron A pada kulit K. Akibat tumbukan tersebut, elektron A akan terpental dari orbitnya. Adapun elektron yang lain yang berasal dari kulit yang lebih tinggi akan masuk menempati tempat elektron A. Oleh karena itu, elektron baru dapat menempati kulit K jika sebagian energinya di lepaskan. Energi yang dilepaskan dalam bentuk sinar X.
Kemungkinan lain ialah elektron yang datang menembus kulit-kulit atom dan mendekati inti atom. Pada waktu mendekati inti atom, elektron akan ditarik mendekati inti atom yang bermuatan positif sehingga kecepatan elektron tersebut diperlambat. Akibat perlambatan ini, energi elektron akan berkurang. Energi yang hilang dipancarkan dalam bentuk sinar X dengan proses akhir dinamakan bremsstrahlung. Energi dari sinar Xsebanding dengan frekuensinya dan dapat dirumuskan

W = hf

Dengan :
W= Energi (Joule)
h = Tetapan Planck (6,626 x 10^-32 Js)

Itulah sedikit pemaparan mengenai sinar X. Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih

Jumat, 03 November 2017



    MODUL PENGUKURAN
   Tujuan Percobaan
1.      Dapat menggunakan Jangka Sorong dan Mikrometer Sekrup dengan benar.
a)      Membaca skala utama dan skala nonius.
b)      Mengungkapkan hasil pengukuran dengan angka sesuai dengan ketelitian dari alat.
2.      Dapat menggunakan Neraca Ohauss 3 Lengan dan Neraca Digital dengan benar.
3.      Menentukan besaran turunan
a)      Memilih alat yang sesuai.
b)      Menghitung penjalaran sesatan.
c)      Mengungkapkan hasil pengukuran lengkap dengan sesatannya.

     Alat dan Bahan
1.      Jangka Sorong
2.      Micrometer Sekrup
3.      Neraca Ohauss 3 Lengan
4.      Neraca Digital
5.      Balok Kubus besi

      Dasar Teori

1)      Alat ukur dasar
           Alat ukur dalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Jenis-jenis alat ukur: Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan digital. Terdapat dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital.
Alat ukur analog memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukkan temperatur yang ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik. Sedangkan alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Contohnya pada hasil pengukuran tegangan atau arus dari meter digital yang merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit terterntu yang ditunjukkan pada panel display-nya.
2)      Nilai Skala Terkecil
            Pada setiap alat ukur terdapat suatu nilai skala yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, inilah yang disebut dengan Nilai Skala Terkecil (NST). Ketelitian suatu alat ukur sangat bergantung pada NST.
3)      Skala Nonius
            Skala nonius merupakan skala alat ukur yang dapat mengukur besaran (misalnya dimensi panjang), dengan ketelitian lebih tinggi dari skala biasa yang hanya sanggup mengukur besaran kasar. Sebagai contohnya yaitu skala nonius yang terdapat pada alat ukur micrometer sekrup.
4)      Parameter Alat Ukur
Ada beberapa istilah dan definisi dalam pengukuran yang harus dipahami, diantaranya:
a)      Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang sebenarnya dari variable yang diukur.
b)       Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses pengukuran, atau derajat untuk membedakan satu pengukuran dengan lainnya.
c)      Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur perubahan input atau variable yang diukur.
d)       Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang mampu ditanggapi oleh alat ukur.
e)       Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel yang diukur.
f)        Instrumen, alat ukur menentukan nilai atau besaran suatu kuantitas atau variabel.
g)       Sensitivitas, perbandingan antara sinyal keluaran atau respons instrument terhadap perubahan masukan atau variable yang diukur.
h)      Ketepatan, suatu ukuran kemampuan untuk hasil pengukuran yang serupa
5)      Ketidakpastian Pengukuran
            Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta tingkat keterampilan pengamat yang berbeda-beda. Dengan demikian amat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran sehingga sangat diperlukan beberapa panduan dalam memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin cara melaporkan ketidakpastian yang menyertainya.
Tidak ada pengukuran yang menghasilkan ketelitian yang sempurna, tetapi adalah penting untuk mengetahui ketelitian yang sebenarnya dan bagaimana kesalahan yang berbeda digunakan dalam pengukuran. Langkah pertama yang diperlukan untuk menguranginya adalah mempelajari kesalahan-kesalahan tersebut; dimana dari hal ini juga dapat ditentukan ketelitian hasil akhir.
Kesalahan-kesalahan dapat terjadi karena berbagai sebab dan umumnya dibagi dalam tiga  jenis, yaitu :
a)      Kesalahan umum (gross-errors): kebanyakan disebabkan oleh kesalahan manusia, diantaranya adalah kesalahan pembacaan alat ukur, penyetelan yang tidak tepat dan pemakaian instrumen yang tidak sesuai, dan kesalahan penaksiran.  Selama manusia terlibat dalam pengukuran, kesalahan jenis ini tidak dapat dihindari; namun jenis kesalahan ini tidak mungkin dihilangkan secara kesuluruhan, usaha untuk mencegah dan memperbaikinya perlu dilakukan. Beberapa kesalahan umum dapat mudah diketahui tetapi yang lainnya mungkin sangat tersembunyi.
Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pemula adalah pemakaian instrumen yang tidak sesuai. Umumnya instrumen-instrumen penunjuk berubah kondisi sampai batas tertentu setelah digunakan mengukur sebuah rangkaian yang lengkap, dan akibatnya besaran yang diukur akan berubah.
Sebagai contoh sebuah voltmeter yang telah dikalibrasi dengan baik dapat menghasilkan pembacaan yang salah bila dihubungkan antara dua titik di dalam sebuah rangkaian tahanan tinggi; sedang bila voltmeter tersebut dihubungkan ke sebuah rangkaian tahanannya rendah, pembacaannya bisa berlainan bergantung pada jenis voltmeter yang digunakan    (contoh 1.4). Contoh-contoh berikut  menunjukkan bahwa voltmeter menimbulkan sebuah “efek pembebanan” (loading effect) terhadap rangkaian, yakni mengubah keadaan awal rangkaian tersebut sewaktu mengalami proses pengukuran.
b)     Kesalahan sistematis (systematic errors): disebabkan oleh kekurangan-kekurangan pada instrumen sendiri seperti kerusakan atau adanya bagian-bagian yang aus dan pengaruh lingkungan terhadap peralatan atau pemakai. Jenis kesalahan ini dapat dibagi dua bagian yakni :
Ø  Kesalahan instrumental (instrumental error) yaitu jenis kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dari instrumen karena akibat struktur mekanisnya. Misalnya tarikan pegas yang tidak teratur, pembebanan instrumen secara berlebihan. Atau kesalahan kalibrasi akibatnya pembacaan yang tidak tepat. Kesalahan instrumental dapat dihindari dengan cara (i). ketepatan memilih instrumen yang sesuai peruntukannya, (ii) menggunakan faktor-faktor koreksi setelah mengetahui banyaknya banyaknya kesalahan instrumental, (iii) Kalibrasi instrumen dengan instrumen standar (baku).
Ø  Kesalahan karena lingkungan (environmental errors) yakni jenis kesalahan  akibat dari keadaan luar yang berpengaruh terhadap instrumen, seperti efek perubahan suhu, kelembaban udara, tekanan udara luar, atau medan elektromagnetik.
Ø  Kesalahan sistematis dapat pula dibagi atas kesalahan statis dan kesalahan dinamis. Contoh mikrometer bila diberi tekanan yang berlebihan untuk memutar poros menyebabkan kesalahan statis. Kesalahan dinamis akibat ketidakmampuan instrumen untuk memberikan respon yang cepat bila terjadi perubahan dalam variable yang diukur.
c)      Kesalahan yang tak disengaja (random errors): diakibatkan oleh penyebab-penyebab yang tidak dapat secara langsung diketahui sebab perubahan-perubahan parameter atau sistem pengukuran terjadi secara acak.  Kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil pada pengukuran yang telah direncanakan secara baik; tetapi menjadi penting pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi, misalkan suatu tegangan akan diukur oleh sebuah voltmeter yang dibaca setiap setengah jam. Walaupun instrumen dioperasikan pada kondisi–kondisi lingkungan yang sempurna dan telah dikalibrasikan secara tepat sebelum pengukuran, akan diperoleh  hasil-hasil pembacaan yang sedikit berbeda selama periode pengamatan. Perubahan ini tidak dapat dikoreksi dengan cara kalibrasi apapun dan juga oleh cara pengontrolan yang ada. Cara satu-satunya untuk membetulkan kesalaha ini adalah dengan menambah jumlah pembacaan dan menggunakan cara-cara statistik untuk mendapatkan pendekatan paling baik terhadap harga yang sebenarnya.

6)      Ketidakpastian Mutlak
Ketidakpastian mutlak merupakan suatu nilai ketidakpastian yang disebabkan karena keterbatasan alat ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya digunakan yaitu bernilai setengah dari NST. Untuk suatu besaran X maka ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah:
Δx = ½NST
dengan hasil pengukuran dituliskan sebagai :
X = x ± Δx
Melaporkan hasil pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, dantaranya adalah menggunakan kesalahan ½ – rentang atau bisa juga menggunakan standar deviasi.

7)      Kesalahan ½ Rentang Hasil Pengukuran
Pada pengukuran berulang, ketidakpastian dituliskan tidak lagi sama dengan pengukuran tunggal. Kesalahan ½ – Rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan ketidakpastian pada pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut:
a)      Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable x. Misalnya n buah, yaitu x1, x2, x3, … xn
b)      Cari nilai rata-ratanya yaitu x-bar . x-bar = (x1 + x 2 + … + xn)/n
c)      Tentukan x-maks dan x-min dari kumpulan data x tersebut dan ketidakpastiannya dapat dituliskan Δx = (xmaks – xmin)/2
d)        Penulisan hasilnya sebagai:  x = x-bar ± Δx

8)      Standar Deviasi Hasil Pengukuran
Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari besaran x dan terkumpul data x1, x2, x3, … xn, maka rata-rata dari besaran ini adalah:


Kesalahan dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x (yang tidak mungkin kita ketahui nilai benarnya x0) dinyatakan oleh standar deviasi.

Standar deviasi diberikan oleh persamaan diatas, sehingga kita hanya dapat menyatakan bahwa nilai benar dari besaran x terletak dalam selang (x – σ) sampai (x + σ). Dan untuk penulisan hasil pengukurannya adalah x = x ± σ

9)       Ketidakpastian Relatif
Ketidakpastian Relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hubungan hasil pengukurun terhadap KTP (ketidakpastian) yaitu:
KTP relatif = Δx/x
Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai
   X = x ± (KTP relatif x 100%)

10)    Angka Berarti (Significant Figures) Hasil Pengukuran
 Angka-angka berarti (significant figures) memberikan informasi yang aktual (nyata) terhadap ketepatan pengukuran. Banyaknya angka berarti menunjukkan tingkat atau derajat ketepatan suatu pengukuran. Untuk menuliskan hasil pengukuran yang tepat maka terlebih dahulu disajikan contoh-contoh operasi angka penting.
a)      Operasi Penjumlahan
Contoh :
R1 = 18,7 W  (tiga angka berarti)
R= 3,624 W  (lima angka berarti)
RT = R1 + R2 = 22,324 W  (empat angka berarti) = 22,3 W
 Angka-angka yang dicetak miring untuk menunjukkan bahwa pada penjumlahan R1 dan R2, ketiga angka terakhir merupakan angka-angka yang meragukan. Dalam hal ini tidak ada gunanya untuk menggunakan dua angka terakhir (2 dan 4) sebab salah satu tahanan hanya diteliti sampai tiga angka yang berarti atau sepersepuluh ohm.
“Bila dua atau lebih pengukuran dengan tingkat ketelitian yang berbeda dijumlahkan, maka hasilnya hanya seteliti pengukuran yang paling kecil ketelitiannya”

b)      Operasi perkalian
Banyaknya angka-angka yang berarti dalam perkalian bisa bertambah dengan cepat, tetapi sekali lagi diingatkan bahwa yang diperlukan dalam jawaban hanya angka-angka berarti yang memenuhi.
Contoh:
E = IR = (3,18) x (35,68) = 113,4624  = 113 V
Karena didalam perkalian tersebut terdapat tiga angka yang berarti (yaitu 3,18), maka jawaban hanya dapat dituliskan maksimal dalam tiga angka yang berarti. Operasi pengurangan dan pembagian sama dengan aturan penjumlahan dan perkalian dalam hal penulisan angka penting.

    Prosedur Percobaan
1.      Pengukuran menggunakkan Jangka Sorong dan Micrometer Sekrup
·         Ukur panjang, lebar, dan tinggi balok masing-masing 10 kali pengukuran, dan lakukan hal yang sama pada balok selanjutnya.
2.      Pengukuran benda menggunakkan Neraca Ohauss 3 Lengan dan Neraca Digital
·         Timbang massa balok masing-masing 10 kali pengukuran (Neraca harus dalam keadaan seimbang) dan lakukan hal yang sama pada balok selanjutnya.
      Tugas
Tugas Pendahuluan
1.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pengukuran?
2.      Mengapa pengukuran harus disertakan nilai ketidakpastiannya?.
3.      Sebutkan 5 alat ukur beserta fungsi dan nilai skala terkecilnya!
4.      Sebutkan yang termasuk besaran pokok dan besaran turunan beserta satuan dan dimensinya?
5.      Apa yang membedakan antara besaran pokok dengan besaran turunan?
Tugas Akhir

1.      Buatlah table hasil pengukuran menggunakan Jangka sorong, Mikrometer Sekrup, Neraca Ohauss 3 Lengan dan Neraca Digital !

2.      Hitunglah nilai ketidakpastian dari masing-masing-hasil pengukuran berdasarkan nilai skala terkecil  dari masing-masing alat ukur!


      Daftar Pustaka

                 Halliday & Resnick. 1978. FISIKA Edisi ketiga Jilid 1(Terjemah Pantur Silaban Ph.D). Jakarta: Erlangga

Laboratorium fisika dasar jurusan pendidikan fisika FP MIPA UPI

     M.Nelkon & P.Parker,1975,Advanced Level Physics pp 174-176 thrid     edition,Heinemann Educational Books,London.
            Yaz,Ali,2007,Fisika 2 kelas XI.Jakarta.Yudhistira.